Sabtu, 15 Oktober 2011

Antara pangeran william dan kawanku mail


Sore masih terang benderang, cahaya matahari jatuh lembut ke dahan-dahan pohon jambu air di pekarangan rumah. Langitpun tampak begitu indah dan senang menyambut sang maghrib yang kian hampir. Saat melihat ke ujung langit sebelah barat anak-anak senja pelan dan malu-malu menampakkan sinarnya. Angin sore nan lembut memaksa para kelelawar bangun untuk mempersiapkan perlengkapan berburu malam nanti. Sementara induk-induk ayam sibuk menyeru prajuritnya pulang, pejantan-pejantannya asyik berkokok merayakan kemenangan. Riuh sekali. Begitulah alam, sungguh indah mempesona.
            Di sore ini jugalah tgl: 29 april 2011, telah dilangsungkan sebuah pernikahan yang sungguh meriah dan penuh kemegahan serta gilang gemilang. Luar biasa dan menakjubkan. Di sana, di negeri inggris sana, dialah pangeran William dan kate. Anak dari pengeran Charles dan mendiang lady Diana. Cucu dari ratu Elizabeth dan tentu moyangnya juga orang inggris ras kaukasoit. Namun tetap dari bapak dan ibu yang sama dengan kita yakni Nabi Adam as dan Hawa.
            Semua insan, di belahan dunia manapun, di Negara apapun atau daerah pedalaman sekalipun yang telah dapat menikmati siaran televise atau radio, pasti menyaksikan peristiwa yang bersejarah ini. Mungkin kerana jarang terjadi. Apalagi aku yang tak ada pilihan lain, karena hampir seluruh station tv menyiarkan peristiwa pernikahan itu. Sungguh antusias. Macam menonton final pertandingan sepak bola dunia antara itali vs brazil. Heboh di rumah. Biasalah jika ada orang nikah keluargaku memang ingin banyak tau. Ku bayangkan jika mereka ada di tempat acara resepsi pangeran inggris itu, kata-kata wah tentu tak berhenti di mulut saudara perempuanku ini. Ku dengar dan ikut melihat lewat tv, para penonton di sana berteriak histeris saat kedua mempelai dari kerajaan inggris itu di iring-iringan menuju istana. Istana, terbayang olehku keadaan di dalamnya seperti apakah gerangan? Pasti banyak kamar-kamarnya, wangi ruang tamunya, ruang makan dan toiletnya juga wangi dan bersih mengkilap. Taman bunga nan indah berseri juga ruang masak atau dapur yang tertata rapi. Dan juga pasti ada kolam renang, dan jika begitu pastilah juga di istana itu ada kolam ikan patinnya, ah, mana mungkin pangeran makan ikan patin? Mungkin saja kolam ikan arwana. Alangkah sedap tempat yang bernama istana si pangeran. Tapi bagaimana ngurus istana yang sebesar itu? untuk Menyapu, mengepel, menyiapkan makanan atau membersikan wc, atau mengganti bohlam yang putus. Ini pekerjaan berat. Ku rasa kelak ratu kate akan bersusah payah mengurus keluarganya karena dia belum tau bagaimana susahnya menjadi seorang ibu rumah tangga (IRT).
            Begitu asyik menyaksikan acara sakral nan memukau itu, aku terkenang pada kisah pernikahan temanku mail bin malim. Secara garis besar hampir samalah dengan acara pernikahan sang pengeran dari iggris ini. Sama-sama membuat undangan untuk menjemput tetangga, kerabat dan handai taulan. Jika dalam pernikahan pangeran william ia memakai seragam kebesaran, mail juga memakai pakaian adat melayu lengkap dengan tanjak dan keris. Sedangkan Pangeran tak bawak bedil. Di sini mail tampak lebih garang. Jika pangeran membaca akad atau janji setia di depan hadirin hadirat, mail juga melaungkan akad hanya sekali ulang di depan handai taulan dan saudara maranya. Jika pangeran diarak menaiki kereta kuda nan gagah perkasa dan di iringi puluhan kuda nan gagah berani di sisi depan dan sisi belakangnya, mail di arak hanya berjalan kaki dan di iringi oleh beberapa orang saja teman-teman sepermainan dan saudara maranya, dan itu di lakukan pada tengah hari tepat, saat matahari sedang panas-panasnya atau panas terik. Kasihan mail berpeluh-peluh, namun dia tampak tersenyum. Jika pernikahan pangeran william di meriahkan oleh aksi pesawat yang terbang rendah nan menakjubkan di atas atap istananya, mail hanya di sirami beras berisi uang siling lima ratusan perak dan bunga manggar yang berjatuhan jadi rebutan anak-anak dan ponakannya. Dan ada juga yang melempar pakai bunga rampai, hingga penuh baju pengantin dengan daun pandan. Di tambah sebelum masuk ke dalam rumah harus pula berpantun-pantun. Penat berdirilah si raja sehari itu. Pangeran william memang unggul. dan Jika pengeran william telah selesai melalui acara pernikahannya, dapat di pastikan ia dan istrinya sudah punya rumah pribadi, punya kulkas, mobil, honda matic, tempat tidur yang bagus dan wc yang harum. Sehingga mereka dapat merasakan betul kemeriahan dan kebahagian berumah tangga. Lain dengan mail bin malim, dia harus berpikr keras supaya dapat membawa istrinya ke sebuah rumah sewa dan menghitung sisa duitnya agar dapat membeli paling tidak sebuah tempat tidur dan televisi berwarna. Di tambah lagi saat ini mail hanyalah seorang honorer di sebuah sekolah yang di gaji tiga bulan sekali, kalau tidak ada halangan. Tak cukup sampai disitu, mail juga telah merahasiakan pada mertuanya bahwa duit hantaran belanja kemarin adalah pinjaman dari pamannya yang patut ia kembali apabila sudah jatuh tempo. Begitulah Mail, seorang lelaki nekad. Entah sampai kapan ia dapat memutihkan hutang. Mungkin karena mail mempunyai cinta senyawa pada calon istrinya, maka segala upaya di tempuh.

Bersua
            Mail dan calon istrinya fizah bukan baru sebulan dua bertemu lalu menikah. Awal mereka bertatap muka adalah pada acara tujuh belasan. Saat hari kemerdekaan RI. Mereka sama-sama mengikuti lomba lari goni atau lari karung. Pada saat itu mereka hanyalah anak sekolahan yang baru tamat SD. Mail terkenal dengan kecepatannya dalam setiap babak di perlombaan lari goni. Kalau ia ikut selalu menang dan pulang membawa seperangkat peralatan dapur atau duit dua puluh ribu. Namun pada tujuh belasan kali ini ia tak mampu mempertahankan gelar juaranya. Apa sebab? Karena fizah yang waktu itu juga ikut lomba telah mengalahkannya. Mail kesal juga heran sehingga bertanya-tanya “bagaimana aku bisa di kalahkan oleh seorang perempun”? ini tak mungkin. Tanyanya dalam hati. Perlahan-lahan mail menghampiri fizah lalu bertanya dengan lembut “siapa namamu? Tapi fizah diam.
Mail ingin mengulangi pertanyaannya tapi urung.
“ehm..” mail berbunyi sedikit.
“ehm lagi” fizah menatap.
“mengapa”?
“siapa nama?”
“fizah”
“Oh..”
“rumah dimana”?
“laut, kelapapati laut”
            Mail tak bertanya lagi lalu pergi bersama teman-temannya.
Sejak di kalahkan oleh fizah, mail masih tak percaya akan kekalahannya. Suatu perasaan yang tak biasa menghampiri mail yang masih ingusan itu. Bukan karena kecantikan paras atau keindahan tutur kata sehingga mail memikirkan perempuan itu. Namun karena kekalahan. Mail agak aneh orangnya.
Hari berlalu, musim berganti. Hingga libur panjang usai. mail telah mendaftar dan di terima di sebuah sekolah menengah pertama. SMPN 004 nama sekolahnya. Berdasarkan nomor urut pendaftaran mail di tempatkan di lokal B, yang kebetulan sama dengan lokal di mana fizah berada. Sejak itu mereka berteman seperti juga anak-anak lainnya.
Seiring perjalanan waktu dan semakin kentaranya perubahan emosional anak-anak menuju dewasa atau di sebut masa puber, mail tumbuh sebagai laki-laki yang cool dan pintar. Bak kumbang tanah yang berkilap-kilat. Dan fizah tumbuh menjadi seorang gadis remaja nan rupawan serta sopan. Bagai setangkai bunga melati suci atau seperti putri khayangan (ini bahasa percintaan). Sehingga mail bertambah sering memikirkan perempuan cantik anak pak ustadz itu. Tak tau kapan mulainya dan di mana awalnya, mail merasa senang yang lain ketika dekat fizah. Ini mungkin yang di sebut rahasia cinta atau rahasia hati. Cinta memang banyak merahasiakan. Cinta yang sederhana saja. Hingga pada saatnya mereka disanding di atas pelaminan yang juga sederhana.
            Sore sembunyi, suara azan maghrib terdengar bersahutan. Kurasakan iblis dan setan berlarian menuju sumur atau kamar mandi untuk menghindar dari suara azan. Induk ayam sudah tenang karena anak-anakya telah di temukan. Batang hari di selimuti mega nan merah di ufuk barat. Suasana senja terasa indah bagiku. Lalu televisi di matikan. Dan aku bergegas mengambil wudu untuk pergi ke surau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar